SELAMAT DATANG DI BLOGGER SIMPATISAN KPK
Latest News

Gerakan Sosial untuk KPK

Jumat, 13 November 2009 , Posted by SIMPATISAN KPK SEPANJANG MASA at 05.46

Partisipasi publik yang kian kuat itu, dan meluasnya dukungan masyarakat serta para tokoh dan elite terhadap dua komisioner KPK berikut masalah yang menimpa institusi terdepan dalam pemberantasan korupsi di negeri ini tersebut, tak pelak melahirkan suatu kesimpulan mengenai terbangunnya gerakan sosial yang berhasil di masyarakat.



Suatu fenomena sosial-politik yang tidak bisa diabaikan oleh siapa pun, baik dalam konteks pematangan demokrasi maupun penguatan kesadaran tentang bahaya laten korupsi dan kejahatan-kejahatan sejenisnya di negeri ini.
Gerakan sosial merupakan aliansi sosial yang luas dari orang-orang yang tergabung dalam usaha untuk menimbulkan pengaruh atau menandai sebuah aspek dalam perubahan sosial dalam masyarakat.

Berbeda dengan partai-partai politik atau kelompok-kelompok kepentingan dan kelompok-kelompok penekan yang diorganisasikan secara formal, gerakan sosial biasanya diorganisasikan secara informal (David Jary & Julia Jary, 1991).


Pada umumnya gerakan sosial menjadi alternatif untuk membangun partisipasi dan dukungan publik yang efektif dan efisien untuk merespons dan menyikapi persoalan serta kasus yang dipandang merugikan kepentingan publik, merusak kehidupan masyarakat luas, atau mengancam kedaulatan negara-bangsa. Dalam kasus mutakhir yang menimpa dua komisioner KPK, bisa terbaca bahwa gerakan sosial--baik yang dibangun dalam jejaring dunia maya maupun yang digalang secara riil dalam bentuk-bentuk aksi demonstrasi, unjuk rasa, dan konsolidasi kekuatan demokratis civil society--mampu menunjukkan kekuatan dan perlawanan yang produktif terhadap anasir jahat yang hendak menghambat upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Perlu dicatat, tidak semua gerakan sosial berhasil dalam perjuangan dan pencapaian tujuannya. Dalam prakteknya pula, suatu gerakan sosial sangat mungkin mendapat tandingan atau perlawanan dalam bentuk gerakan sosial yang lain. Dukungan pengguna Facebook terhadap KPK ternyata mendapat reaksi dari pendukung Polri, meskipun dalam jumlah yang jauh lebih sedikit. Karena itu pula, sekaligus untuk menghindari perlawanan gerakan sosial lain yang kontraproduktif, keberhasilan suatu gerakan sosial biasanya ditandai oleh tiga elemen besar yang dilakukan secara simultan.

Pertama, kampanye yang terorganisasi dan berkelanjutan untuk menyuarakan klaim bersama dalam meraih sasaran tertentu. Kedua, pengulangan aktivitas dalam menggalang dukungan dan mengumpulkan partisipan. Ketiga, menjaga keutuhan dan komitmen perjuangan gerakan sosial. Ketiga elemen besar tersebut tampak dalam gerakan sosial untuk KPK. Dalam perspektif yang lebih luas, gerakan sosial bisa menjadi sandingan yang positif dalam kepentingan demokratisasi dan penguatan partisipasi publik yang beradab. Charles Tilly (2004), misalnya, menyebutkan gerakan sosial sebagai wahana besar bagi partisipasi rakyat biasa dalam ruang politik publik. Gerakan sosial berkaitan erat dengan sistem politik yang demokratis. Biasanya pula gerakan sosial terlibat dalam pendemokrasian bangsa-bangsa, tetapi gerakan sosial lebih sering mekar justru setelah terjadinya demokratisasi.
Kesadaran kritis Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari gerakan sosial untuk KPK ini. Perjuangan publik yang massif untuk memberantas korupsi dan memborgol koruptor ini juga mengisyaratkan agar momentum cicak versus buaya itu dioptimalkan dalam kerangka gerakan yang lebih luas dan sinergis untuk menyehatkan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hal ini sangat mungkin karena institusi-institusi resmi, khususnya yang berkaitan langsung dengan penegakan hukum dan artikulasi kedaulatan rakyat, sudah terlihat tidak bisa lagi diandalkan. Polri dan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus yang menimpa dua komisioner KPK dinilai publik tidak mencerminkan profesionalisme dan integritas. DPR (Komisi III), yang seharusnya peka terhadap suara dan hati nurani rakyat, juga tidak artikulatif dalam meningkahi gema masyarakat luas dalam gerakan sosial untuk KPK.
Sikap dan komunikasi politik yang dipertontonkan oleh lembaga-lembaga resmi negara itu setidaknya menunjukkan dua hal. Pertama, tidak efektifnya (jika tidak dikatakan gagalnya) lembaga-lembaga resmi negara tersebut dalam penegakan hukum, pengayoman masyarakat, dan pencerminan good governance. Kedua, konsekuensinya, ketidakpercayaan publik semakin luas terhadap aparatur negara dan lembaga legislatif, yang semestinya memberikan teladan dan dukungan penuh dalam pemberantasan korupsi.

Karena itu, logis jika gerakan sosial untuk KPK menjadi fenomenal dan bisa dipandang sebagai prototipe partisipasi masyarakat luas yang konstruktif untuk ikut mendorong penyelesaian masalah secara adil dan transparan. Pembentukan Tim Pencari Fakta atau Tim 8 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sulit untuk dibantah, merupakan hasil gerakan sosial untuk KPK.

Gerakan sosial untuk KPK juga menjadi refleksi dari menguatnya kesadaran kritis masyarakat atas ketidakberesan aparat dalam menyelesaikan perkara hukum. Gerakan sosial seperti inilah, barangkali, yang dikatakan Alain Touraine (1988) menandai kesadaran baru tentang sejarah dan reflektivitas di antara kelas-kelas baru kaum profesional dan gerakan sosial yang merefleksikan peningkatan kapasitas kesadaran diri untuk membentuk terma-terma sejarah.

Terbukti, gerakan sosial untuk KPK telah menorehkan sejarah dan meningkatkan kesadaran kritis warga atas berbagai penyimpangan dan tindakan hukum yang tidak wajar. Publik atau masyarakat semakin sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dan kemudian membaginya dengan individu dan komunitas lain secara langsung atau melalui sarana teknologi komunikasi dan media massa hingga membentuk jejaring sosial yang efektif. Dengan demikian, gerakan sosial ini berhasil membangun opini publik yang sehat, dan pemihakan atas individu dan institusi yang akan dikerdilkan agar tidak berdaya dalam tugasnya memberantas korupsi.

Asep Purnama Bahtiar,
KEPALA PUSAT STUDI MUHAMMADIYAH DAN PERUBAHAN SOSIAL-POLITIK UMY

Sumber: Koran Tempo, 12 November 2009

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar